Investasi Waktu
I’d spend ten thousand hours and ten thousand more
Oh, if that’s what it takes to learn that sweet heart of yours
And I might never get there, but I’m gonna try
If it’s ten thousand hours or the rest of my life
I’m gonna love you
Dan + Shay + Justin Bieber, 10.000 hours
Akhir-akhir ini, lagu 10.000 hours ini sedang on repeat di playlist saya. Tidak, saya bukan sedang jatuh cinta. Meski lagunya memang amat romantis, saya lebih dibuat kagum dengan dedikasi seorang laki-laki yang ingin menghabiskan 10.000 jam, atau sisa hidupnya, memelajari hal-hal yang membuat kekasihnya bahagia. Hmm, apa ada laki-laki seperti itu di luar sana?
Lamunan saya terhenti ketika acara Investor Muda Gathering bertajuk Things I wish I knew 25 years ago: building a ? career bersama pak Wuddy Warsono dimulai. Tiba-tiba, di penghujung acara, kata-kata itu muncul lagi: 10.000 jam. Rupanya ada peserta yang bertanya, “Jika bisa mengulang masa muda, apakah akan dihabiskan dengan bekerja sekeras dulu? Bukankah masa muda hanya sekali?”
Jawabannya, tentu saja. “Saya tetap akan melakukan 10.000 jam karena itu syarat untuk menjadi outstanding. Karena desain kita bukan untuk sukses, melainkan untuk survival, fight or flight. Jadi untuk bisa ke level first class, kita harus memaksakan diri. Saya ingin tambahkan bahwa bukan latihan yang membuat perfect, tapi latihan yang sempurna yang membuat kita menjadi sempurna. Deliberate learning yang sangat sulit dan painful, itu kuncinya.” Begitu kira-kira jawaban beliau.
Lalu saya kembali memikirkannya. Bukan hanya urusan percintaan, seperti lagu Justin Bieber tadi. Jika seseorang mendedikasikan 10.000 jam dari hidupnya untuk memelajari atau menguasai satu hal, maka ia akan mencapai level outstanding. Mungkin seperti Susi Susanti yang kerja kerasanya dibayar lunas dengan medali emas Olimpiade.
Langsung saya meraih ponsel dan mencari aplikasi kalkulator. Rupanya 10.000 jam setara dengan 416 hari, atau 1 tahun, 1 bulan dan 21 hari. Jika kita mendedikasikan waktu 10 jam perhari, maka itu sama dengan 1000 hari, atau 2 tahun dan 9 bulan. Whoa, that’s a long time!
Ide awal peraturan 10.000 jam ini dimulai oleh buku bertajuk Outliers: The Story of Success karya Malcolm Gladwell. “10.000 hours is the magic number of greatness,” begitu kira-kira isi buku ini. Jika kita mendedikasikan konsentrasi penuh untuk memelajari satu hal dengan rutin hingga melewati 10.000 jam maka kita akan mencapai level kelas dunia, seperti The Beatles yang tampil di 1200 pertunjukan sebelum meraih kesuksesan di tahun 1964. Atau Bill Gates, Mozart, Tiger Woods, dan orang hebat lainnya.
Lalu saya teringat mantan bos yang dulu selalu bikin bulu kuduk saya merinding. Jangan salah, ia adalah sosok perempuan cantik yang di usia muda sudah mendapat posisi bergengsi Editor in Chief majalah perempuan ternama di Indonesia. Kini, saya bisa berkata bahwa ia mengajarkan banyak hal berharga. Tapi, dulu, setiap nama saya dipanggil ke kantornya, rasanya mau pingsan.
Orang-orang menganggapnya ratu es, perempuan berhati dingin. Quality control-nya tak tertandingi. Perkara pemilihan foto untuk ilustrasi pendamping artikel di majalah saja bisa jadi perdebatan sengit.
Dulu, saya harus menulis sekitar 10-30 artikel per bulan. Jadi, saya memandang sebelah mata akan pentingnya gambar ilustrasi ini. “Yang penting kan tulisannya bagus,” pikir saya. Jadi saat memilih gambar di situs stok gambar, saya akan mencari yang kira-kira cocok, lalu beralih ke artikel selanjutnya. Prosesnya paling lama hanya sekitar 10 menit per artikel.
Suatu hari, saya dipanggil ke ruangan si Ratu Es. Ia memberikan saya ceramah panjang lebar mengenai pentingnya pemilihan gambar untuk mendukung cerita. Saya setuju. Tapi, saya toh sudah memberikan usaha terbaik untuk memilih gambar itu. Rasanya sudah bagus. Apalagi saya sudah mencari hingga halaman ke-20 dari katalog gambar. Pilihan saya sudah yang paling bagus.
Lalu ia membalikkan layar komputernya dan menunjukkan satu gambar yang amat sangat sesuai dengan isi artikel saya. Luar biasa. Tapi, herannya, mengapa gambar itu tidak ada saat saya mencarinya. Kan, itu situs yang sama? Dengan tenangnya mantan bos saya berkata, “Ini ada di halaman ke-230 di katalognya.”
Untuk mendapatkan hasil yang “sempurna” ia rela mencari dan mencari hingga halaman 230. Sementara saya sudah bosan dan ter-distract oleh teman yang datang membawa cemilan sore di halaman ke-20.
Ini adalah satu momen yang selalu saya ingat sepanjang karier profesional saya. Ini juga yang akhirnya menaikkan “level”: saya menjadi editor yang lebih baik, banyak orang mulai merespon artikel yang saya tulis dan etos kerja juga meningkat. Sejak saat itu, prinsip kerja saya berubah jadi: Kerja dulu, Gorengan kemudian. Bahkan jika membutuhkan waktu 10.000 jam untuk mencari gambar atau membuat tulisan yang sempurna, akan saya lakukan.
Fast forward 12 tahun kemudian, sekarang saya bekerja di dunia finance dan pasar modal. Sungguh beruntung, saya dipertemukan dengan atasan yang sungguh inspiratif. Bagaimana tidak? Di usia yang tak jauh beda dengan saya, beliau sudah menjabat sebagai seorang CEO.
Dulu, dari kisah yang saya dengar, saat masih menjabat sebagai seorang analis, ia akan membaca laporan keuangan tiap emiten dan berkunjung langsung ke perusahaan untuk melihat kinerja mereka. Ia tidak hanya memilih 1, 2 atau 50 perusahaan yang ia suka atau di sektor tertentu, tapi ia menguasai seluruhnya. Luar biasa.
Salah satu kisah beliau yang saya ingat adalah ketika ia tengah memeriksa laporan keuangan sebuah perusahaan properti. Di atas kertas, semua terlihat menjanjikan. Tapi, dengan harga properti yang setinggi langit, apakah anak-anak muda masih bisa membeli rumah? Akhirnya beliau memutuskan untuk mengunjungi salah satu perumahan real estate yang dibangun oleh perusahaan tersebut. Ternyata, ada begitu banyak rumah yang belum terjual, dan lampunya gelap. Mungkin hanya ada satu atau dua yang menyala. Ia pun mengurungkan niatnya untuk berinvestasi di sana.
Tak heran jika perusahaan yang ia kelola memiliki kinerja yang amat tinggi dan kerap meraih berbagai penghargaan. Saya rasa ini bukan sekadar extra miles lagi. Ini adalah gabungan antara optimisme yang luar biasa, dedikasi dan persistensi yang tinggi, sedikit keberuntungan dan yang terpenting, love for the work.
Saat semua ini kita miliki, tanpa terasa 10.000 jam akan berlalu begitu cepat dan selanjutnya orang-orang yang akan bercerita tentang kehebatan kita.
Sampai jumpa, 10.000 jam lagi!
Ditulis oleh Oriana Titisari, 21 November 2019.