Review: Memilih (Menjadi Investor) Bahagia
Beberapa hari yang lalu saya jalan-jalan ke toko buku di sebuah Mal. Rasanya senang sekali. Maklum saja, sejak pandemi acara jalan-jalan ke Mal itu menjadi sebuah kemewahan tersendiri. Baru satu dua kali saja saya lakukan, mengingat persiapannya seperti mau pergi ke medan perang yang bersenjatakan hand sanitizer dan masker lapis dua.
Di toko buku ini, buku karya Wuddy Warsono, CFA, yang bertajuk Memilih (Menjadi Investor) Bahagia terlihat berbeda. Bagaimana tidak, buku ini masuk di kategori buku bisnis dan investasi. Otomatis, dikelilingi dengan buku-buku dengan judul cuan, profit, analisa teknikal, fundamental, candlestick dan masih banyak lagi. Sementara buku ini tidak menjanjikan kita bisa jadi investor jago, atau langsung cuan berkali lipat… yang ditawarkan hanya bahagia.
Tapi, saya ingat buku Seth Godin yang membahas tentang pentingnya menjadi sapi ungu, di tengah kumpulan sapi hitam putih biasa. “In a crowded marketplace, fitting in is a failure,” ujarnya.
Di blog terbarunya, Wuddy Warsono juga membahas tentang bagaimana band BTS bisa memiliki fans Army yang militan, dengan menjadi tidak tipikal. (Yuk, baca blognya di SINI). Ya melakukan hal yang berbeda, dan tidak mengambil jalan yang mudah.
Inilah yang dilakukan penulis dalam bukunya. Menurut Wuddy, yang sudah berpengalaman di dunia pasar modal lebih dari 20 tahun, satu hal yang paling sulit tentang menjadi investor adalah membangun mindset yang benar. Sisanya, memelajari teknik analisa, membuat trading plan, belajar makro-ekonomi, adalah hal yang bisa dipelajari. Tapi, urusan mindset, ini yang sulit.
MEMILIH BAHAGIA
Buku ini terdiri dari tujuh bab, dan 40 tulisan yang menghangatkan hati. Tiap halaman yang terbaca, seolah kita sedang ngobrol dengan sang penulis. Cerita ditulis apa adanya, tanpa batasan, tanpa kepura-puraan, dan tanpa jaim.
Ada sebuah perjalanan manis yang bisa kita rangkai di sepanjang buku… Mulai dari bagaimana di awal kariernya Wuddy amat mendambakan pekerjaan yang dresscode-nya adalah memakai dasi. Lalu, saat ia sudah lompat dari kuadran profesional ke pengusaha dasi menjadi sesuatu yang mengikat. Sesak. Atau bagaimana saat menjadi pegawai 9-5 ia membayangkan kebebasan finansial, saat uang bekerja untuk kita dan tidak perlu lagi kerja kantoran. Tapi saat meraihnya ia merasa tidak betah berdiam diri dan siap untuk memulai proyek-proyek baru yang ia minati.
Seluruh kisah di buku ini terasa amat manusiawi. Ya kan hidup tidak statis, dan kita akan melewati berbagai tahapan kehidupan. Jadi apa yang kita inginkan sekarang belum tentu sama seperti waktu muda dulu. And it’s okay.
Meski demikian, ada beberapa hal yang tak lekang oleh waktu, yang dibahas dalam buku ini. Hal-hal yang bisa kita lakukan untuk memiliki mindset yang baik.
Misalnya, kita adalah rata-rata lima orang yang ada di sekitar kita. Jadi pilihannya adalah mengelilingi diri dengan orang yang memotivasi dan mendorong kita untuk jadi lebih baik, atau yang menarik kita ke bawah. Ini terdengar sederhana, tapi kadang bahkan kita tidak menyadarinya. Jangan-jangan selama ini kita stuck di tempat yang sama karena banyak orang toxic yang mengelilingi kita. Ini ada di tulisan bertajuk “Merdeka Untuk Memilih”.
Ada juga pemikiran tentang work-life balance yang sedikit digugat oleh Wuddy. Karena kadang ini disalahartikan oleh banyak orang. Misalnya, kalau sudah kerja Senin sampai Jumat, maka weekend itu waktu untuk keluarga. Atau setelah bekerja 9-5 maka harus pulang ke rumah untuk keluarga. Nah, kalau lembur, maka akan timbul perasaan berdosa.
Ini semua baik, sih. Tapi, banyak yang berpikir bahwa work-life balance itu tentang kuantitas, bukan kualitas. Di halaman 19 buku ini, ada tulisan yang membahas hal ini. Wuddy menawarkan konsep work-life presence, yang mengingatkan kita akan pentingnya kualitas hubungan dengan keluarga. 100% fokus dengan apa yang kita lakukan, baik saat bekerja atau saat bersama keluarga dan teman. Ini hal yang paling utama.
Tiap tulisan, mengajak kita untuk memilih dan membuat keputusan. Bagaimanapun juga kan hidup adalah serangkaian pilihan. Ya, mau jadi trader apa investor; mau main hape atau main sama anak; mau bahagia atau merana. Pilihan ada di tangan kita.
Jika setelah membaca blog ini Anda memilih dan memutuskan untuk membeli buku ini, langsung saja pesan di SINI ya.