Belajar Untuk Percaya
Di penghujung tahun seperti ini, biasanya mulai keluar film-film jagoan yang konon katanya mendapat Oscar buzz. Salah satunya adalah Ford v. Ferrari yang dibintangi aktor kawakan Matt Damon dan Christian Bale.
Tempo hari saya menonton film ini. Alasannya sederhana: saya ingin melihat iklan kerjasama Sucor Asset Management dengan Commonwealth Bank. Iklan ini tayang di XXI Plaza Senayan, Pondok Indah II dan Kelapa Gading hingga akhir Januari 2020 nanti. Jadi demi menonton iklannya, saya terpaksa menonton filmnya. Pilihan film yang tersedia adalah Frozen atau Ford V Ferrari. Ya, akhirnya pilihan jatuh ke film kedua.
Cerita ini dijahit dengan amat apik dan tanpa sadar saya jatuh cinta dengan sosok Ken Miles (diperankan oleh Christian Bale) dan persahabatannya dengan Carroll Shelby (Matt Damon). Durasi film 152 menit berlalu dengan cepat dan saya mencatat banyak notes saking terinspirasinya oleh film ini. Tapi ada satu hal yang mau saya share di blog ini: tentang rasa percaya.
Tanpa banyak memberikan spoiler, saya melihat bahwa rasa percaya atau trust, menjadi satu tema yang berulang di film ini.
Pertama, saya suka adegan saat karakter Henry Ford II berpidato di pabrik mobilnya. Ia mengatakan bahwa di luar sana persaingan industri mobil kian ketat dan ia menantang seluruh karyawannya untuk melakukan sesuatu. Pulanglah, hirup udara segar, dan pikirkan ide bagus untuk perusahaan. Yang berhasil melakukannya, akan tetap bekerja di perusahaan. Yang tidak memiliki ide apapun, diam saja di rumah. Begitu kira-kira pidato singkatnya.
Saat Henry Ford II menemui masalah, ia lari ke karyawannya – jantung perusahaan – untuk mendapatkan solusi. Karyawan yang memiliki ownership, atau rasa kepemilikan dari perusahaan tempat ia bekerja akan turut merasa bahwa ini adalah masalahnya juga. Ia akan melakukan apa yang ia bisa untuk menyelesaikan permasalahannya.
Kedua, saya tergugah melihat bagaimana Shelby percaya pada Ken Miles. Sifat Miles yang cenderung apa adanya (tanpa basa-basi) dan sulit dikendalikan, membuat sponsor dan birokrasi korporat menolaknya. Tapi Shelby percaya pada sahabatnya ini. Ia bahkan mempertaruhkan perusahaannya demi memberikan kesempatan pada Ken Miles untuk bertanding di Daytona. Ia percaya pada kemampuan Miles.
Tidak hanya itu, saat Shelby didesak oleh Ford untuk meminta Miles untuk melambat agar yang lain bisa menyusulnya (demi photo opt. agar ketiga mobil Ford menang bersamaan), ia kembali menyerahkan keputusan itu pada Miles. Ia percaya bahwa Miles (yang terkenal sebagai pemberontak) akan membuat keputusan yang tepat. And he did what was best for the team.
Adegan terakhir dari Ford V Ferrari, saat Henry Ford II menangis ketika Shelby mengajaknya naik Race Car dengan kecepatan tinggi, juga amat menarik. Ia mengatakan bahwa ia tak pernah menyangka bahwa pengalaman balap itu akan terasa begitu intens. Selama ini ia hanya duduk di kantornya tanpa menyadari apa saja yang dibutuhkan untuk memenangkan pertandingan. Di situ ia belajar memercayai keputusan anak buahnya. Dan saat ini terjadi, kemenangan demi kemenangan mulai terjadi.
Rasa percaya menjadi kunci keberhasilan. Saat atasan percaya bahwa anak buahnya bisa menyediakan solusi dan melakukan hal yang perlu dilakukan. Saat karyawan percaya bahwa perusahaan akan menjaga mereka, sama seperti mereka menjaga perusahaan. Saat nasabah memercayakan aset dan mimpinya kepada Manajer Investasi. Rasa percaya menjadi sumber kekuatan.
Di Sucor Asset Management, kepercayaan menjadi roda penggerak perusahaan. Ini terlihat jelas di setiap departemen dari atas ke bawah. Terus terang, ini adalah salah satu hal yang membuat saya bahagia menjadi bagian dari keluarga Sucor.
Pertama, pemimpin-pemimpin yang ada di perusahaan selalu mengingatkan karyawan untuk memiliki growth mindset dan bahwa Sucorians bukan sekadar profesional, melainkan business owner. Luar biasa, bukan? Karyawan bukan sekadar pekerja, melainkan pemilik Sucor. Dengan cara ini, setiap perusahaan mengalami kendala, itu menjadi masalah kita bersama sebagai satu unit, dan bukan hanya masalah satu departemen atau masalah CEO atau pemilik perusahaan.
Kedua, Sucor Asset Management memiliki nasabah yang amat luar biasa. Saya membicarakan tentang nasabah yang baru berinvestasi hingga mereka sudah lama mempercayakan dana investasinya untuk dikelola oleh fund manager kami, dan sudah menjadi bagian dari keluarga Sucor beberapa tahun terakhir ini. Bagi mereka Sucor Asset Management bukan sekadar Manajer Investasi saja, melainkan sahabat yang mereka percaya dan selalu dukung.
Coba saja lihat akun instagram @sucorassetmanagement. Beberapa minggu terakhir, saat kondisi pasar modal tidak stabil dan banyak gejolak yang terjadi di industri keuangan, wajar bila banyak yang merasa cemas dengan dana mereka, khususnya bila mengalami penurunan. Tapi para bala-bala Sucor senantiasa meyakinkan para investor lainnya bahwa Sucor Asset Management pasti akan melewati masa ini. Kami tidak perlu membela diri karena nasabah kami ada di garis depan pertahanan. Mereka sudah pernah melewati masa-masa ‘krisis’ lain bersama Sucor, dan mereka tetap percaya.
Banyak pula kata-kata encouragement yang membuat kami makin semangat untuk terus bekerja keras demi nasabah, aka sahabat tercinta kami.
Loyalitas semacam ini amat menyentuh. Jika nasabah saja bisa memiliki sense of ownership dan merasa sebagai bagian dari Sucor Asset management, serta saya sebagai karyawannya, maka masalah apapun yang mungkin akan muncul pasti bisa dihadapi dengan kepala tegak dan dada membusung. We got this!
Saya bagian dari Sucor Asset Management, dan saya bangga. Anda bagaimana?
Ditulis oleh Oriana Titisari, 4 Desember 2019.