Persepsi anak berusia 9 tahun, pelajaran buat seorang Bambang Siregar
Baru-baru ini, seorang teman mencoba sebuah tempat makan baru di kawasan Menteng. Nama restaurant itu KAUM dan dikelola oleh group yang terkenal super kreatif, Potato Head.
Teman saya beserta keluarga dia sangat menikmati restoran ini. Di mata mereka, Kaum sangat berhasil mempertahankan ciri khas arsitektur art deco style di Menteng, dalam versi modern tentunya. Staff sangat ramah dan terlatih. Makanan mantap, sambal ikan asin dijamin bikin kangen.
Seusai makan, putri teman saya (umur 9 tahun) mengisi lembaran feedback, sebagai berikut:
Apa yang menarik di sini?
Bagi orang dewasa, pengamatan sebuah restaurant umumnya berfokus pada atmosfir dan mood restaurant, kualitas makanan, plus service. Di mata anak berumur 9 tahun, sudut pandang tiba-tiba berbeda.
Pengamatannya mengenai sebuah restaurant, selain issue service dan makanan, juga terfokus ke hal-hal yang umumnya dilewatkan oleh pengamat berusia dewasa. Kursi, kebun, tanaman, dan tembok misalnya. Baru setelah hal-hal ini disebutkan oleh putri si teman, saya jadi perhatikan dan wah memang spesial. Coba amati foto-foto berikut ini.
Ok…kursi, tanaman, tembok. Idenya kreatif. Menu di Kaum Menteng Jakarta juga terobosan menarik dengan upaya mereka untuk menghidupkan kembali bahan-bahan dan teknik memasak yang sudah mulai menghilang di bumi Indonesia tercinta.
Sebagai investor, seringkali dengan berlalunya waktu pengamatan kita juga menjadi semakin terbatas.
Karena lingkungan pergaulan cenderung makin mengecil dan pagi-siang-sore-malam, weekday maupun weekend, kita main juga dengan orang-orang market. Bahasa kita menjadi price to earning, price to book, focus kita berubah makin lama makin jangka pendek.
Tadinya, setelah baca buku tentang Warren Buffett, maunya lihat jangka panjang, price vs. value, franchise, dan lain-lain. Tapi setelah banyak bergaul dengan investor, fokus secara bertahap berubah ke laba kuartalan, sales bulanan, dan teman-teman fund manager kira-kira mau beli atau jual apa. Tanpa kita sadari, kita menjadi myopia jangka pendek. Kemampuan berpikir kritis juga melemah.
Tentu tidak semua investor seperti itu.
Salah satu tim investasi yang saya kagumi adalah tim investasi dari Sucor Asset Management. Selain mengerjakan aktivitas-aktivitas yang basic dan memang harus dikerjakan oleh seorang investor, seperti analisa business model, forecasting, financial statement analysis, tim Sucor Asset berbuat lebih.
Di salah satu report mereka, “Darkest Before Dawn” di bulan Januari 2017, saya lihat tim Sucor Asset bersedia untuk “bayar harga” buat sukses. Bekerja dengan hati, tim investasi mereka tidak begitu saja menelan mentah-mentah anjuran beberapa broker saham untuk membeli saham-saham sektor properti. Konsensus yang ada waktu itu, sektor properti akan bangkit secara luar biasa setelah periode tax amnesty.
Link terkait : Darkest Before Dawn report
Setelah berbicara dengan pelaku bisnis properti (termasuk investor dan agen properti) di area-area yang diperkirakan akan hot lagi, seperti Serpong, tim Sucor Asset menyimpulkan untuk sementara menghindari dulu sektor ini. Walaupun broker saham sedang gencar-gencarnya mempromosikan sektor properti sebagai “no brainer will make money”.
Seringkali lingkungan pergaulan investor terbatas di sekitar SCBD Jakarta dan orang-orang di industri pasar modal. Issue yang sama didiskusikan secara circular. Sama seperti bagaimana seorang anak berumur 9 tahun dapat menawarkan persepsi yang menarik dan berbeda, seorang investor akan diuntungkan dengan keluar dari comfort zone dan berbicara dengan orang-orang di luar industri pasar modal.
Bahasa risetnya: on the ground research untuk mendapatkan gambaran sesungguhnya dan seutuhnya mengenai industri yang sedang kita pelajari.
Semoga bermanfaat.
Bambang Siregar – Money, fun & fearless