Kenapa Harus Beda?
Menyambung dari topik sebelumnya mengenai ESG, saya ingin bercerita mengenai pengalaman unik setiap kali membuka medsos di waktu senggang. Belakangan ini, muncul banyak sekali bisnis online yang menarik. Setiap kali saya membuka social media, banyak iklan yang menunjukan brand lokal unik yang menjual produk dengan berbagai added value yang luar biasa.
Value tambahan ini amatlah unik, dan menceritakan perspektif dari brand tersebut. Ada brand yang menjual produk ramah lingkungan. Ada juga produk yang dijual untuk membantu masalah sosial. Juga bisnis yang mendukung tenaga kerja perempuan sebagai titik tumpu produksinya dan menciptakan perubahan yang signifikan bagi kehidupan mereka, menjadi terobosan untuk mengurangi angka pengangguran sekaligus mendorong pemberdayaan perempuan.
Saya ambil contoh, Sukkachita, brand lokal yang mengedepankan penduduk desa dalam pembuatan baju siap pakainya. Brand ini juga menggunakan tenaga kerja perempuan dalam melukiskan motif batik tulis di setiap pakaiannya sebagai bentuk kerajinan tangan. Selain itu, bahan yang digunakan ramah lingkungan, sehingga brand ini tidak hanya membawa perubahan untuk memajukan pekerjanya, namun juga tidak merusak bumi.
Brand ramah lingkungan ini bukan hanya Sukkachita, tapi juga ada brand Sejauh Mata Memandang yang bergerak di lini bisnis yang sama, namun memiliki sedikit perbedaan. Mereka menekankan pada animal cruelty free dan juga penggunaan recycled materials untuk produknya. Belum lagi bisnis kecil lainnya yang bermunculan dengan konsep yang sama ataupun sedikit berbeda.
Lalu, saya berpikir, kenapa ya di zaman ini semua orang berlomba-lomba untuk menunjukan “keunikan”, menjadi beda, dan ingin membawa “perubahan”? Bukannya di zaman ini everything is already under the sun ya? Sebenarnya tinggal dicari, nanti juga pasti ada. Tidak ada lagi hal baru.
Juga, kenapa semua orang menilai kalau berbeda itu pasti bagus? Padahal kenyataannya, terkadang menjadi sama itu juga tidak buruk. Contohnya, kita tidak perlu pakai baju shocking pink hanya untuk jadi berbeda. Padahal memakai baju warna netral seperti kebanyakan orang juga bukan masalah. Toh, kita juga punya paras yang berbeda dari satu sama lain. Tapi ya, balik lagi, saya yakin setiap orang memiliki persepsi dan penilaian yang berbeda terhadap hal yang berbeda juga.
Hal yang sama juga sering terlihat dalam sikap investasi, kita seringkali merasa antara harus ikut-ikutan yang lain dengan segera karena FOMO, atau bahkan berbeda sama sekali karena merasa lebih keren apabila memiliki pandangan tersendiri. Tapi sebenarnya, apa sih yang kita kejar?
Investasi kan harus sejalan dengan tujuan dan kemampuan kita. Terlebih, investasi itu bukan tentang “saya lebih baik dari yang lainnya”, tapi bagaimana meletakkan investasi untuk dimaksimalkan imbal hasilnya, sesuai dengan apa yang sudah kita analisa terlebih dahulu.
Oh ya, ilustrasi di atas mirip sekali dengan topik yang sedang ditanyakan oleh #SahabatSucor di akun instagram @sucorassetmanagement. Apa bedanya Sucorinvest Money Market Fund (SMMF) dengan Sucorinvest Stable Fund (SSF)? Apakah sama? Apakah yang satu lebih baik dari yang lainnya?
Kalau kita liat lebih lagi, sebenarnya produknya memiliki perbedaan dalam alokasi aset yang dikelola. SMMF memiliki fokus untuk likuiditas, sementara SSF sesuai namanya, untuk stabilitas investasi. SMMF memiliki alokasi aset dengan jangka waktu dibawah 1 tahun. Sedangkan, SSF memiliki fokus untuk aset obligasi korporat yang jika dibandingkan dengan indeks pembanding dalam jangka panjang, lebih stabil dibandingkan obligasi pemerintah. Oleh karena itu, SSF menawarkan investasi yang memiliki imbal hasil lebih tinggi secara Ytd dibandingkan dengan SMMF, meskipun tidak selikuid SMMF. SSF memiliki waktu T+3 untuk pencairan sementara SMMF yang T+1. Namun keduanya sangat cocok bagi kalian yang cenderung konservatif dan ingin memerangi inflasi.
Sebenarnya tidak ada yang salah ataupun benar, namun memang berbeda produk dan tujuan saja. Meskipun sama-sama menawarkan “ketenangan” hati, teman-teman harus memilih mana yang sesuai dengan profil risiko sekaligus imbal hasil yang disesuaikan dengan goals yang ingin dicapai dari investasi. Well, kalau akhirnya masih merasa ragu, ya investasi saja di kedua produk ini. Selama masih ada nama #Sucorinvest di depannya, kenapa tidak?
#InSucorWeTrust
Ditulis oleh Caroline Hanni